Ustadz Nashihul Amin, S.Ag Mengisi Tausiyah Pertengahan Ramadhan
Selasa, 27 April 2021
Tulis Komentar
Penceramah Ustadz Nashihul Amin, S.Ag
Pertengahan Ramadhan 1442 H, tepatnya malam kelima belas shalat tarawih, Ustadz Nashihul Amin, S.Ag mengisi tausiyah di Masjid Al-Muhajirin. Senin (26/04).
Ustadz yang masih muda ini tamatan Kampus UIN Suska Riau dan juga saat ini sebagai Sekretaris Masjid Al-Muhajirin. Senang dan bahagia melihat ramainya jamaah setiap malam yang antusias menjalankan ibadah shalat tarawih, witir berjamaah dan tadarus Al-Quran di masjid, ungkapnya.
Bulan Ramadhan juga disebut bulan Al-Quran, dalam tausiah nya Ustadz Nashihul Amin, S.Ag menyampaikan tausiyah tentang Sejarah Penulisan Al-Quran.
Di zaman Rasulullah ﷺ al-Qur’an belum dikumpulkan menjadi satu mushaf, namun masih terpisah-pisah dan ditulis di pelepah kurma, kulit dan lain-lain. Saat Rasulullah ﷺ menerima wahyu, sahabat yang mendengarkannya lalu menuliskan dan di simpan di rumah masing-masing.
Di zaman khalifah Abu Bakar Ashshiddiq radhiyallahu ‘anhu setelah terjadi Perang Riddah panyak para penghafal al-Qur’an yang gugur sebagai syuhada’, sehingga muncul inisiatif dari Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu untuk mengumpulkan Al Qur’an menjadi satu mushaf. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar Ashshiddiq radhiyallahu ‘anhu menolaknya karena takut menjadi bid’ah, karena Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukannya. Namun, setelah beliau beristikharah maka beliau menyetujuinya. Kemudian, beliau memanggil Zaid Ibn Tsabit radhiyallahu ‘anhu guna mencari dan mengumpulkan naskah Al-Quran yang ditulis di atas pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hapalan para sahabat. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, kemudian dipegang oleh Umar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar radhiyallahu‘anha.
Seiring dengan penyebaran Islam ke luar wilayah Arab, pada zaman Khalifah Utsman Ibn Affan radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriah, muncul perbedaan di antara kaum Muslimin dalam hal dialek bacaan Al-Quran. Perbedaan dialek itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna menyamakan bacaan Al-Quran. Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah-naskah Al-Quran yang telah ada sebelumnya (dipegang oleh Hafshah) dan menyalinnya menjadi 5 mushaf, 1 mushaf disimpan oleh Utsman radhiyallahu ‘anhu dan 4 mushaf lainnya disebarkan ke beberapa wilayah kekuasaan Islam.
Di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu banyak orang-orang yang merasa susah membaca al-Qur’an dikarenakan belum terdapat tanda baca pada setiap hurufnya, tidak ada tanda yang membedakan antara huruf ba’, ta’, dan tsa, dan huruf-huruf kembar lainnya. Maka Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerintahkan Abu al-As’ad ad-Dhu’ali (seorang yang fashih bacaannya dan ahli tata bahasa Arab) untuk menambahkan tanda baca pada huruf-huruf al-Qur’an.
Maka beliau menambahkan beberapa tanda baca sesuai bunyi hurufnya, ditulis dengan tinta warna merah. Titik-titik ini disebut dengan “naqthul i’rab”.
Di zaman kekhalifahan daulah Bani Abbasiyah mushaf al-Qur’an menjadi terlihat semakin banyak titik dan susah untuk dibaca, sebab banyak tinta yang melebar dan memudar sehingga sulit untuk membedakan antara naqthul i’rab dan naqthul i'jam. Maka seorang ahli filologi, al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi mengganti naqthul i’rab menjadi sebagai berikut :
Diakhir ceramahnya beliau berpesan semoga di bulan yang penuh berkah ini kita pergunakan sebaik-baik mungkin dalam menjalankan ibadah, maka mari kita bersemangat untuk membaca Al-Quran dan mengamalkan nya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Al-Quran akan menyelamatkan kita dunia dan akhirat, tutup Ustadz Nashihul Amin, S.Ag diakhir ceramahnya.
Malam kelima belas shalat tarawih Ramadhan, jamaah Masjid Al-Muhajirin ramai memenuhi masjid. Mereka pada semangat, antusias dan penuh perhatian mendengarkan tausiyah oleh Ustad Nashihul Amin, S.Ag.
Alhamdulillah jumlah infak malam kelima belas Ramadhan sejumlah Rp.270.000-,
Selepas shalat tarawih dan witir berjamaah dilanjutkan tadarus Al-Quran oleh Ustadz Nashihul Amin, S.Ag dan beberapa orang jamaah mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap Ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya.***
Bulan Ramadhan juga disebut bulan Al-Quran, dalam tausiah nya Ustadz Nashihul Amin, S.Ag menyampaikan tausiyah tentang Sejarah Penulisan Al-Quran.
Di zaman Rasulullah ﷺ al-Qur’an belum dikumpulkan menjadi satu mushaf, namun masih terpisah-pisah dan ditulis di pelepah kurma, kulit dan lain-lain. Saat Rasulullah ﷺ menerima wahyu, sahabat yang mendengarkannya lalu menuliskan dan di simpan di rumah masing-masing.
Di zaman khalifah Abu Bakar Ashshiddiq radhiyallahu ‘anhu setelah terjadi Perang Riddah panyak para penghafal al-Qur’an yang gugur sebagai syuhada’, sehingga muncul inisiatif dari Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu untuk mengumpulkan Al Qur’an menjadi satu mushaf. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar Ashshiddiq radhiyallahu ‘anhu menolaknya karena takut menjadi bid’ah, karena Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukannya. Namun, setelah beliau beristikharah maka beliau menyetujuinya. Kemudian, beliau memanggil Zaid Ibn Tsabit radhiyallahu ‘anhu guna mencari dan mengumpulkan naskah Al-Quran yang ditulis di atas pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hapalan para sahabat. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, kemudian dipegang oleh Umar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar radhiyallahu‘anha.
Seiring dengan penyebaran Islam ke luar wilayah Arab, pada zaman Khalifah Utsman Ibn Affan radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriah, muncul perbedaan di antara kaum Muslimin dalam hal dialek bacaan Al-Quran. Perbedaan dialek itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna menyamakan bacaan Al-Quran. Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah-naskah Al-Quran yang telah ada sebelumnya (dipegang oleh Hafshah) dan menyalinnya menjadi 5 mushaf, 1 mushaf disimpan oleh Utsman radhiyallahu ‘anhu dan 4 mushaf lainnya disebarkan ke beberapa wilayah kekuasaan Islam.
Di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu banyak orang-orang yang merasa susah membaca al-Qur’an dikarenakan belum terdapat tanda baca pada setiap hurufnya, tidak ada tanda yang membedakan antara huruf ba’, ta’, dan tsa, dan huruf-huruf kembar lainnya. Maka Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerintahkan Abu al-As’ad ad-Dhu’ali (seorang yang fashih bacaannya dan ahli tata bahasa Arab) untuk menambahkan tanda baca pada huruf-huruf al-Qur’an.
Maka beliau menambahkan beberapa tanda baca sesuai bunyi hurufnya, ditulis dengan tinta warna merah. Titik-titik ini disebut dengan “naqthul i’rab”.
- Bunyi huruf “a” ditandai dengan satu titik di atas huruf
- Bunyi huruf “i” ditandai dengan satu titik di bawah huruf
- Bunyi huruf “u” ditandai dengan satu titik di samping kiri huruf.
Di zaman kekhalifahan daulah Bani Abbasiyah mushaf al-Qur’an menjadi terlihat semakin banyak titik dan susah untuk dibaca, sebab banyak tinta yang melebar dan memudar sehingga sulit untuk membedakan antara naqthul i’rab dan naqthul i'jam. Maka seorang ahli filologi, al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi mengganti naqthul i’rab menjadi sebagai berikut :
- Bunyi huruf “a” ditandai dengan alif kecil di atas huruf
- Bunyi huruf “i” ditandai dengan ya’ kecil di bawah huruf
- Bunyi huruf “u” ditandai dengan wawu kecil di atas huruf.
Diakhir ceramahnya beliau berpesan semoga di bulan yang penuh berkah ini kita pergunakan sebaik-baik mungkin dalam menjalankan ibadah, maka mari kita bersemangat untuk membaca Al-Quran dan mengamalkan nya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Al-Quran akan menyelamatkan kita dunia dan akhirat, tutup Ustadz Nashihul Amin, S.Ag diakhir ceramahnya.
Malam kelima belas shalat tarawih Ramadhan, jamaah Masjid Al-Muhajirin ramai memenuhi masjid. Mereka pada semangat, antusias dan penuh perhatian mendengarkan tausiyah oleh Ustad Nashihul Amin, S.Ag.
Alhamdulillah jumlah infak malam kelima belas Ramadhan sejumlah Rp.270.000-,
Selepas shalat tarawih dan witir berjamaah dilanjutkan tadarus Al-Quran oleh Ustadz Nashihul Amin, S.Ag dan beberapa orang jamaah mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap Ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya.***
Gallery Foto Ramadhan
Belum ada Komentar untuk "Ustadz Nashihul Amin, S.Ag Mengisi Tausiyah Pertengahan Ramadhan"
Posting Komentar